Mekanisme Sistem Pelaporan Tindak Pelanggaran Korupsi di KFTD

PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) sebagai bagian dari Kimia Farma Group mengedepankan upaya penanganan korupsi secara menyeluruh dengan melibatkan setiap elemen perusahaan. Wujud upaya tersebut adalah dengan membangun sistem pelaporan tindak pelanggaran korupsi. 

Sistem pelaporan kasus korupsi oleh KFTD berjalan dengan mendorong adanya kontribusi dari setiap elemen perusahaan. Dengan implementasi sistem ini, setiap insan KFTD bisa melakukan pelaporan untuk pelanggaran korupsi yang mereka temukan dengan aman. 

Skema Pelaporan Tindak Pelanggaran Korupsi di KFTD

KFTD menyediakan skema pelaporan tindak pelanggaran korupsi menggunakan whistle blowing system (WBS). Dalam metode pelaporan ini, setiap insan KFTD mempunyai hak untuk melaporkan tindak pelanggaran korupsi yang mereka temukan. 

Tak terbatas pada insan KFTD, WBS juga bisa digunakan sebagai sarana pelaporan oleh pihak eksternal. Termasuk di antaranya adalah mitra kerja, pelanggan maupun masyarakat yang mengetahui adanya potensi terjadinya pelanggaran korupsi di dalam tubuh perusahaan.

Proses penyampaian laporan berlangsung secara tertutup melalui email, WhatsApp, maupun formulir tertulis. Cara penyampaiannya pun bisa dilakukan tanpa perlu mencantumkan identitas atau bersifat anonim. 

Dalam proses pelaporan tersebut, pelapor perlu menyampaikannya dengan bukti pendukung yang kuat dan lengkap. Dengan begitu, laporan bisa mendapatkan peninjauan lebih lanjut dan bahkan mulai dilakukan proses investigasi. 

KFTD selanjutnya dapat membentuk tim investigasi serta pemanggilan saksi-saksi. Pihak terlapor yang diduga melakukan pelanggaran korupsi juga diberikan kesempatan untuk melakukan penyanggahan. 

Setelah itu, terdapat proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil investigasi. Pada tahapan ini, terlapor bisa saja terbukti tidak melakukan pelanggaran dan akan menjalani proses pemulihan nama baik. Jika terbukti melakukan pelanggaran, perusahaan bisa memberikan sanksi.

Jenis sanksi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran. Kalau pelanggaran yang dilakukan sifatnya ringan, maka diberikan sanksi disiplin. Kalau sudah terbukti melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), pemberian sanksi dilakukan dengan memperhatikan keputusan Direksi.